Bolehkah Pandai Bahasa Arab Tanpa Belajar Ilmu Nahwu

Posted on

PANDANGAN ISLAM TENTANG ILMU PENGETAHUANOLeh: M.Danusiri. Staff Edukatif LSIK UNIMUSa. Falsafah qara’aFalsafah berasal dari bahasa Arab. Padanan dalam bahasa Indonesia di ucapkan filsafat. Kata ini, berasal dari bahasa Yunani philos yang berarti cinta dan sophos yang berarti kebijaksanaan (wisdom). Yang dimaksud kebijaksanaan di sini adalah kebenaran. Artinya, filsafat adalah cinta kebenaran.

Orang yang cinta kebenaran disebut filosof. Ketika kata ‘falsafah’ dirangkai dengan kata ‘dasar’dan menjadi ungkapan ‘falsafah dasar’, kebenaran yang dimaksudkan adalah kebenaran dasar, yaitu kebenaran yang tidak perlu dibuktikan (untestable trust) karena sudah demikian jelasnya, tidak bisa di ingkari lagi seperti ‘sebagian lebih kecil daripada keseluruhan’; permulaan segala sesuatu adalah Yang Ada Yang sekaligus Esa, semua berasal dari Yang Esa, dan tidak mungkin dari kekosongan’.Alquran sebagai sesuatu yang benar bagi setiap orang Islam adalah sesuatu yang benar mutlak, tanpa tawar, harga mati, dan tidak ada keraguan. Dengan demikian, kebenaran Alquran tidak perlu diuji (Muslim A.Kadir, 2003: 5,10). Karena kebenaran Alquran tidak perlu diuji, bahkan tidak dapat diuji, maka sikap setiap muslim terhadap Alquran adalah beriman kepadanya.

Mungkin ini memang sudah menjadi pertanyaan umum, apa sih perbedaan antara ilmu nahwu dan ilmu sharaf???Ya, memang kedua ilmu tersebut sering dikaitkan dengan Bahasa Arab.Tapi apakah perbedaan keduanya? Mungkin banyak diantara kita yang mengetahuinya, namun tidak sedikit juga yang belum mengetahuinya.

Bolehkah pandai bahasa arab tanpa belajar ilmu nahwu islam

Iman berbeda dari percaya. Kepercayaan tidak meniscayakan konsekuensi eskatologis seperti dosa, siksa kubur, atau siksa neraka atau yang sejenisnya, iman mengandung hal itu. Orang tidak beriman sesuai ajaran Alquran akan mendapatkan siksa kubur maupun siksa akhirat. Di dunia, orang yang tidak beriman dikategorikan kafir (ateis) atau yang sejenisnya.

Dengan demikian yang dimaksud ungkapan ‘falsafah dasar iqra’ adalah setiap orang Islam mesti beriman secara penuh tanpa ada ruang sekecil apapun keraguan bahwa ia harus membaca, sebagai respon terhadap perintah membaca ‘iqra’ (bacalah). Kebenaran perintah membaca didasarkan pada iman.

Bolehkah Pandai Bahasa Arab Tanpa Belajar Ilmu Nahwu Indonesia

Implikasi lebih lanjut, bagi yang mau membaca berarti beriman, dan bagi yang tidak membaca berarti tidak beriman.Buah orang yang mau membaca adalah memperoleh pengetahuan. Semakin banyak membaca, semakin banyak memperoleh pengtahuan. Orang yang memiliki pengetahuan banyak, di lingkungan masyarakatnya disebut sebagai ‘alim. Semakin banyak ilmu seorang ‘alim disebut ‘allamah. Komunitas orang-orang ‘alim disebut ‘ulama’. Karena falsafah dasar dalam Islam adalah iqra’ (bacalah), maka kebenaran asasi dalam Islam menghendaki bahwa setiap umat Islam seharusnya menjadi orang yang rajin membaca, harus menjadi orang ‘alim, dan harus menjadi ‘allamah. Mengaku dirinya sebagai seorang muslim, tetapi tidak atau malas membaca berarti mengingkari diri akan keislamannya, atau ia ogah-ogahan, bahkan melecehkan dirinya sendiri akan keislamannya.Karakter iman sejati adalah rajin membaca.

Kemunafikan atau kekufuran terjadi karena ketidakmauan membaca. Pernyataan ini semakin jelas karena wahyu pertama dalam Islam yang diturunkan oleh Allah adalah perintah membaca itu sendiri. Demikian Allah berfirman:اقراء باسم ربك الذى خلق خلق الانسان من علق اقراء وربك الا كرم الذى علم با لقلم علم الاسان ما لم يعلمArtinyaBacalah dengan (menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah.

Yang mengajar manusia dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (Q.S. Al-‘Alaq/96:l-5).Dari ayat ini dapat dipahami bahwa starting point orang beragama dalam Islam secara legal bukan hanya syahadad, melainkan juga kesadaran mau membaca (qara’a, iqra’) sekaligus. Dengan demikian antara kredo syahadad dan kesadaran membaca ibarat sekeping mata uang yang tanpak dari dua sisi dan keduanya tidak mungkin dapat dipisahkan.

Hanya syahadad saja tanpa kesediaan membaca berarti mengingkari Islam dan mengingkari dirinya sendiri; dan hanya membaca tanpa syahadad jelas-jelas ia kafir (ateis). Masuk Islam sejati secara resmi membaca syahadad sekaligus disertai kesadaran dan komitmen untuk mau membaca.1.

Objek BacaanBerdasarkan wahyu pertama yang turun tersebut di atas yang harus dibaca adalah ma khalaqa, yaitu sesuatu yang Allah telah ciptakan atau disebut juga makhluk (ciptaan). Ciptaan Allah ada dua macam: tertulis, yaitu kitab suci Alquran, dan yang tidak tertulis, yaitu alam semesta seisinya, termasuk di dalamnya adalah hukum-hukum yang berlaku di dalamnya. Secara tradisional akademik objek bacaan tertulis disebut ayat qur’aniyyah dan objek bacaan yang tidak tertulis disebut ayat kauniyyah (Rahmat, l988: l9).

Secara praktis ayat qur’aniyyah mengandung pengertian membaca setiap huruf, kata, dan kalimat yang termaktub dalam kitab suci al-Qur’an al-Karim, dan membaca ayat kauniyyah adalah membaca setiap fenomena atau gejala alam semesta.Tercakup dalam pengertian membaca (qara’a, iqra’) sebgaimana dijelaskan ayat-ayat qur’aniyyah yang turun sesudah ayat pertama itu antara lain (terambil dari kata dasar):a. Nadhara-yandhuru (dalam bahasa Indonesia menjadi nalar) yang secara praktis berarti meneliti secara cermat dan berulang-ulang sehingga dapat ditemukan hakikat pengertiannya dan kegunaannya dalam kehidupan, umpama:افلا ينظرون الى الا بل كيف خلقت و الى السماء كيف رفعت والى الجبال كيف نصبتوالى الارض كيف سطحتArtinyaMaka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan? Dan langit bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaiamana ia dihamparkan? Al-Ghasyiyah/88: 17-20).Ayat tersebut Secara eksplisit menjelaskan bahwa manusia supaya melakukan nadhar (menalar) terhadap unta, terhadap langit, terhadap gunung, dan terhadap bumi.

Belajar

Bolehkah Pandai Bahasa Arab Tanpa Belajar Ilmu Nahwu Islam

Penunjukan objek-objek nadhar ini dapat dipahami sebagai contoh yang realisasinya adalah petunjuk untuk melakukan nadhar terhadap fenomena apa saja yang ada di alam semesta ini.b. Tafakkara-yatafakkaruKegiatan berpikir mesti menghasilkan sesuatu pengertian, dan orang hanya bisa berpikir setelah ia memperoleh rangsangan baik dari luar melalui potensi indra maupun rangsangan dari dalam diri. Secara lugas dan terang-terangan, Allah memerintah kita untuk melakukan kegiatan berpikir untuk meningkatkan kualitas hidup supaya lebih baik dan selamat baik di dunia maupun di akhirat. Sekurang-kurangnya l8 kali Alquran memerintahkan supaya kita melakukan berpikir yang lafal nya menggunakan kata yang berakar dari kata fakkara,yafkaru, fikran. Contoh perintah ini adalah:ثم كلى من كل الثمرات فاسلكى سبل ربك ذللا يخرج من بطونها شراب الوانه فيه شفاءللناس ان فى ذالك لاية لقوم يتفكرونArtinyaKemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya.

Di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkannya (Q.S. An-Nahl/16:69).Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa sesuatu yang keluar dari perut lebah ternyata menjadi obat bagi manusia. Setelah dibuktikan melalui ilmu kedokteran, ilmu nutrisi, ilmu teknologi pangan, ilmu analis kesehatan, sebagai rispon dalam bentuk memikirkannya ternyata benar adanya bahwa obat itu adalah madu dan berfungsi sebagai obat dari banyak macam penyakit.c. World of warcraft vs blade and soul.

‘AqalaDari kata ‘aqala dapat diturunkan kata ‘aqal, yang padanan kata dalam bahasa Indonesia ‘akal’. Secara praktis akal bisa dikatakan potensi yang aktualisasinya berpikir, mengingat, menghayal, dan yang sejenisnya. Tigapuluh satu kali Alquran menyebut berbagai kata yang berakar dari kata ‘aqala (‘aqalu, ya’qilu, ta’qilu, ya’qilun, ta’qilun dan yang sejenisnya) yang jika dipahami mengandung petunjuk “ siapa saja yang mau mengaktifkan akal untuk kepentingan dirinya akan membawa manfaat dan keselamatan, dan siapa yang tidak melakukannya atas peringatan itu akan berakibat celaka.

Bolehkah Pandai Bahasa Arab Tanpa Belajar Ilmu Nahwu 2

Berikut ini contoh mengaktifkan akal terhadap peringatan Allah supaya kita memikirkan aneka macam tanaman yang kemudian menjadi rizki bagi kita:ومن ثمرات النخيل والاعنا ب تتخذ ون منه سكرا ورزقا حسنا ان فى ذالك لاية لقوميعقلونArtinyaDan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rizki yang baik, sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebenaran Allah) bagi orang yang memikirkan (Q.S. An-Nahl/l6: 67).Berikut ini contoh orang yang tidak mau mengaktifkan akal untuk berpikir dan berakibat celaka di kemudiannya:وقالوا لو كنا نسمع او نعقل ما كنا فى ا صحاب السعيرArtinyaDan mereka berkata “sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala (Q.S. Al-Mulk/67: l0).d. ‘ibrah (pelajaran)Sembilan kali Allah memerintahkan kita supaya pandai-pandai mengambil pelajaran di balik berbagai peristiwa (‘Abd al-Baqi,t.th.: 565) umpama supaya kita mengambil pelajaran mengenai keberadaan binatang ternak. Dari situ justru kita minum air susunya. Allah berfirman:وان لكم فى الانعام لعبرة نسقيكم مما فى بطونه من بين فرث ودم لبنا خالصاشائغا للشاربينArtinyaDan sesungguhnya pada binatang ternak terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memeberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang yang meminumnya (Q.S.

An-Nahl/l6: 66).e. Ra’a (melihat)Pengertian ra’a secara praktis adalah melihat sesuatu fenomena, peristiwa atau hal disertai memikirkannya secara cermat, hati-hati, dan waspada.